Sabtu, 25 Mei 2019

Buya Hamka, Ulama-Sastrawan Nusantara yang Pemaaf


  Buya Prof Dr HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah).

Hamka lahir dari keluarga ulama, ayahnya Syekh Abdul Karim Amrullah merupakan ulama pembaharu Padang, murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau yang dikenal dengan sebutan Haji Rasul. Sedangkan Kakek Buya Hamka adalah seorang Ulama Kharismatik yang bernama Syekh Amrullah, seorang mursyid tarekat Naqsyabandiyah. Hamka kecil berguru kepada beberapa ulama, di antara guru gurunya: Syekh Abdul Karim Amrullah yang juga ayahnya, Angku Mudo Abdul Hamid pengarang kitab Mabadi' Awaliyah, al Sulam, al Bayan, dalam kaedah Fikih dan Ushul Fikih, Buya AR Sutan Mansur yang menikah dengan kakaknya Buya Hamka, Ki Bagus Hadikusumo, dan tokoh lainnya.


Buya Hamka adalah ulama yang menguasai berbagai keilmuan Islam. Ia juga seorang penulis produktif dengan 118 judul karyanya, adapun magnum opusnya adalah Tafsir al Azhar. Buya Hamka pun seorang novelis yang hebat dengan karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck serta karya sastra lainnya. Untuk karya tafsirnya Tafsir Al Azhar, ia tulis ketika dalam masa penahanan Orla (orde lama). Buya Hamka dikenal pula seorang otodidak yang sukses. Walaupun tidak pernah mengenyam perkuliahan, namun karya-karyanya memiliki bobot ilmiah berat, sehingga Universitas Al Azhar Kairo menganugerahinya Doktor Honouris Causa sebagai sebuah pengakuan atas jasa intelektualnya, yang kemudian diikuti pula oleh Universitas Kebangsaan Malaysia juga menganugerahkan Doktor kehormatan untuk Buya Hamka. Dikisahkan, bahwa Hamka kecil tidak jauh berbeda dengan anak lainnya, bahkan beliau pada awalnya tidak begitu tertarik dengan dunia keilmuan, karena awalnya dia lebih menyukai pencak silat. Namun perjalanan hidupnya yang berliku dan penuh tantangan, menjadikannya seorang bijaksana yang diperhitungkan. Namun di balik kebesaran nama Buya Hamka, ada sebuah sikap yang sangat melekat pada dirinya yaitu mudah memaafkan orang yang bersalah kepadanya. Beliau pernah dipenjara pada masa Orde Lama tanpa ada sebab yang jelas selama dua tahun lebih. Buku-bukunya pun dilarang beredar dan dipasarkan karena tuduhan yang dibuat buat. Beliau dituduh makar terhadap negara, padahal dia adalah nasionalis Tulen yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Yang hebatnya, seluruh lawan lawan politiknya mulai dari Pimpinan Orde Lama, novelis kiri dan pejabat teras lainnya dimaafkannya disaat ia mampu membalas perilakuan mereka sebelumnya. Bahkan Buya Hamka yang menyalatkan jenazah Presiden Bung Karno, dan Mr Mohammad Yamin, keduanyalah merupakan pemegang kebijakan Orde lama. 
Rahimahullah rahmatan wasi'atan.

oleh Ustadz Dr. Nurkhalis Mukhtar, Lc, MA

0 komentar:

Posting Komentar